Jazakumullah Khoir



_MENU "Catatan Kecil"_

Minggu, 15 April 2012

MENCARI PEMIMPIN YANG IDEAL UNTUK INDONESIA


BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Belakangan ini  muncul berbagai masalah di Negara Indonesia. Masalah yang bisa dikatakan hampir tidak diberikan solusinya. Salah satu faktor penyebab dari berbagai masalah yang ada di Negeri ini adalah lemahnya sistem kepemimimpinan di Indonesia. Kasus korupsi yang marak terjadi pada pemerintah Indonesia menunjukan lemahnya kode etik yang ada pada para pejabat pemerintah. Sedangkan untuk penerapan kode etik pejabat pemerintah seharusnya telah dicontohkan oleh pemimpinnya. Pemimimpin bangsa Indonesia sendiri masih belum mampu mencontohkan hal yang baik pada pejabat-pejabat pemerintah yang ada.
Jika seorang pemimpin saja tidak bertindak sesuai dengan kode etik maka para bawahannya akan lebih parah lagi. Saat ini di Indonesia tidak ada lagi pemimpin yang dipercaya, karena krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Maka dari itu para bawahannya tidak menerapkan kode etik dalam bekerja. Kemudian, tidak ada sanksi yang diberikan kepada para pejabat yang tidak berperilaku sesuai dengan kode etik. Dengan demikian Indonesia saat ini bisa dikatakan sedang mngealami krisis kepemimpinan dan krisis kepercayaan (Prasetyo, 2011).
Indonesia saat ini bisa dikatakan sudah kehilangan figur kepemimpinan, generasi yang ada sekarang tidak memiliki panutan yang bisa dijadikan sebagai sebuah gambaran citra diri yang di inginkannya. Pemimpin-peminpin yang ada di Indonesia pada umumnya lebih mengedepankan keinginan-keinginan pribadi, keinginan untuk berkuasa, keinginan mempunyai kedudukan tinggi, bahkan keinginan untuk menjadi kaya.
Keadaan yang seperti ini membuat Indonesia butuh sosok pemimpin yang dapat menjadi panutan untuk pejabat-pejabat pemerintahnya, panutan dan kebanggaan untuk masyarakatnya. Indonesia butuh pemimpin yang tidak memiliki keinginan menjadi penguasa tapi pemimpin yang peduli dan mendengar suara rakyatnya. Rakyat Indonesia butuh pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab seperti khalifah Umar bin Khattab dan butuh pemimpin yang dekat dengan rakyatnya agar mengetahui kondisi rakyatnya seperti Uman bin Abdul Aziz.

1.2.Perumusan Masalah
a)      Pemimpin merupakan cerminan dari masyarakat yang dipimpinnya
b)      Figur pemimpin dapat berpengaruh pada kondisi sebuah bangsa.



BAB II. ISI
Keadaan indonesia yang memiliki berbagai masalah, merupakan salah satu indikasi bahwa sistem kepemimpinan di Indonesia lemah. Saat ini indonesia membutuhkan sosok pemimpin seperti Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Azziz. Rakyat Indonesia butuh pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab seperti khalifah Umar bin Khattab dan butuh pemimpin yang dekat dengan rakyatnya agar mengetahui kondisi rakyatnya seperti Uman bin Abdul Aziz.

Umar Bin Khattab
Orang-orang muslim mengenalnya sebagai salah seorang sahabat dekat Rasulullaah Muhammad Shallaahu Alaihi Wassalaam. Salah seorang al-Khulafa’ ar-Rasyidun – para pemimpin terbaik – selain Abu Bakar, Ali Bin Abi Thalib dan Utsman Bin Affan. Mereka adalah para pemimpin yang tidak perlu melakukan kampanye merebut hati rakyat agar bisa menjadi pemimpin, mereka adalah orang orang yang menganggap kursi kepemimpinan bukan sebagai sebuah anugerah atau sebuah karir atau sebuah pengakuan atas puncak prestasi, mereka adalah orang orang yang menganggap kekuasaan adalah sebuah amanah yang harus dipertanggungjawaban kelak di hadapan Pemimpin Para Pemimpin, yaitu Allah Yang Maha Kuasa.
Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.
Umar bin Khattab terkenal sebagai pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab. Pemimpin yang selalu siap dikritik didepan rakyatnya dan selalu ingin dinasehati oleh rakyatnya apabila ia melakukan sebuah kesalahan. Umar bin Khattab adalah pemimpin yang selalu berusaha adil pada setiap rakyatnya dan pemimpin yang ingin melihat rakyatnya kelaparan walaupun hanya seorang saja.
Dalam sejarah disebutkan bahwa, meskipun Umar bin Khattab sebagai  kepala negara yang wilayahnya sudah meliputi seluruh Semenanjung Arabia, Mesir, Iraq, Suriah dan sebagainya, namun ia hidupnya sangat sederhana . Bahkan sebagai kepala negara ,beliau hanya tinggal di Mesjid Nabawi bukan di istana, karena para khalifah Rasyidin tersebut tidak memiliki istana  sebagaimana dicontohkan oleh pendahulunya, Nabi Muhammad SAW.  Walaupun demikian, Umar bin Khattab  setiap mengangkat para pejabatnya keberbagai daerah senantiasa dipantau dengan amat ketat. Sedangkan beliau sendiri sebagai khalifah seringkali melakukan inspeksi mendadak secara rahasia keberbagai daerah kekuasaannya ,untuk mengamati berbagai karakteristik para  pejabat sebagai bawahannya. Sebagai khalifah Rasyidin yang sudah merupakan suatu tradisi, bahwa  mereka selalu menerima  gaji kemudian  mengembalikannya  ke baital mal,dan hal itu selalu dilakukan oleh Umar bin Khatab.

Umar bin abdul Aziz
kelahiran Umar bin Abdul Aziz terjadi di tahun 61 H. Ia dilahirkan di Kota Madinah An-Nabawiyah, pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Umar bin Abdul Aziz tidak memiliki usia yang panjang, ia wafat pada usia 40 tahun, usia yang masih relatif muda dan masih dikategorikan usia produktif. Namun, di balik usia yang singkat tersebut, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia dan Islam secara khusus. Ia dijuluki Asyaj Bani Umayah (yang terluka di wajahnya) sebagaimana mimpi Umar bin Khattab.
Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, adalah seorang pemimpin yang saleh, kharimastik, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Ia adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf, seorang imam dalam permasalahan agama dan dunia, penghafal hadis nawabi, mujtahid, laki-laki yang zuhud, pula ahli ibadah, sosok yang benar-benar layak digelari pemimpin orang-orang yang beriman. Ia dikenal juga dengan Abu Hafs, nasabnya Al-Qurasyi Al-Umawi.

Figur pemimpin yang ideal telah tergambarkan dari dua tokoh diatas, yaitu Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Di Indonesia seharusnya memiliki figur pemimpin seperti meraka, atau minimal mereka mempunyai niat memimpin negara atas kecintaan kepada Allah SWT, tidak untuk mencari kekuasaan maupun kekayaan. Jika seorang pemimpin memiliki orientasi hanya kepada Allah SWT semata, maka tidak akan ada segala tindak kedzaliman yang terjadi seperti saat ini. Pemimpin yang orientasinya hanya kepada Allah tentu memiliki pandangan hidup yang berbeda dengan pemimpin yang hanya mencari kekuasaan semata. Ketika seorang pemimpin memiliki orientasi duniawi maka segala yang dilakukan hanya untuk kepentingan pribadinya atau golongan.
Seorang pemimpin yang ideal juga haruslah dekat dengan rakyatnya, mendengarkan rakyatnya dan mengetahui kebutuhan rakyatnya. Seperti yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, Ia tidak akan istirahat sebelum mengetahui rakyatnya baik-baik saja atau dalam keadaan sejahtera. Dalam konteks membersihkan jajaran birokrasinya  dari berbagai kejahatan terutama korupsi, khalifah Umar bin khatab secara  rahasia  dan  menyamar untuk mengintip kehidupan para gubernur dan pejabat lainnya.
Sedikit gambaran tentang sosok sosok agung  yang  pernah dimiliki umat manusia, dimana mereka meskipun sebagai kepala negara yang hidup dengan sangat sederhana sebagaimana ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khattab sendiri. Dalam menegakkan hukum beliau sangat tegas, meskipun kepada dirinya sendiri, keluarganya, serupa halnya dengan diberlakukannya kepada warga lainnya secara adil juga. Oleh sebab itu  dalam  birokrasi  seperti itu akan tercipta suatu  pemerintahan yang bersih, karena memang pemimpinnya bersih dalam berbagai aspek sosial kehidupannya.
Sebuah kepimpinan yang baik harus mampu memilah mana urusan Negara dan mana urusan pribadi dan keluarga. Sebab, apabila tidak pandai memilih dan memilah itu maka akan terjerembab pada perilaku korupsi. Pemimpin-peminpin saat ini harus belajar daris kisah kepimpinnan seorang tokoh Islam padas masa lalu, Umar bin Abdul Azis. Umar bin Abdul Aziz, adalah sosok yang tidak mau korupsi  demi untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Ia tetap pada tatanan untuk menjadi seorang pemimpin yang rendah diri dan bersifat tawakal kepada Allah SWT. Umar berupaya keras untuk menghilangkan budaya korupsi. Melalui kisah kepimpinan Umar bin Abdul Aziz, umat Islam harus senantiasa menjaga akhlaknya dengan baik. Menghilangkan budaya korupsi merupakan salah satu upaya untuk menjaga akhlak yang dimaksudkan diatas.
Sebuah negara akan bisa terkondisikan dengan pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab. Negara akan bebas dari korupsi apabila dipimpin oleh pemimpin yang bersih. Pemimpin negara seharusnya mencontoh bagaimana Umar bin Khattab memberlakukan jajaran birokrasinya. Pemimpin-pemimpin Indonesia saat ini seharusnya bisa meneladani kisan kepemimpinan Uman bin Abdul Aziz yang tidak ingin sedikitpun menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dan kluarganya. Pemimpin negara seharusnya mengasihi rakyatnya dengan turun langsung kelapangan untuk melihat kondisi rakyatnya.


BAB III. KESIMPULAN
1.      Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz merupakan teladan pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab.
2.      Pola kemimpinan akan mempengaruhi sistem pemerintahan.
3.      Tujuan dan orientasi seorang pemimpin akan mempengaruhi pola kepemimpinan seseorang.
4.      Pemimpin adalah cerminan dari rakyat.


REFRENSI
Anonim. 2011. Biografi Umar Bin Abdul Aziz. Kisah muslim
Nurdin, Muhamad. 2011. Meniru Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab. Kompasiana
Prasetyo, T.Y.T.. 2011. Indonesia Krisis Kepemimpinan. WaspadaOnline
Publisher. 2011. Kisah Kepemimpinan Umar Bin Abdul Aziz, Stop Budaya Korupsi. Trawang.com
Sukarnotomo, Sutan. 2011. Krisis Kepemimpinan Di Indonesia. H. Sutan Sukarnotomo, SH. MH..htm

Kesempurnaan Cinta Manusia


Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Kata cinta dalam Al Qur’an disebut Hubb (mahabbah) dan Wudda (mawaddah), keduanya memiliki arti yang sama yaitu menyukai, senang, menyayangi.
 
Sebagaimana dalam QS Ali Imron : 14 “Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).”
Dalam ayat ini Hubb adalah suatu naluri yang dimiliki setiap manusia tanpa kecuali baik manusia beriman maupun manusia durjana.
  Adapun Wudda dalam QS Maryam : 96 “ Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal sholeh, kelak Allah yang maha pemurah akan menanamkan dalam hati mereka kasih sayang ” jadi Wudda (kasih sayang) diberikan Allah sebagai hadiah atas keimanan, amal sholeh manusia. Dipertegas lagi dalam QS Ar Rum : 21 “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah ia menciptakan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” Dalam ayat inipun Allah menggambarkan ‘cenderung dan tentram’ yang dapat diraih dengan pernikahan oleh masing-masing pasangan akan diberi hadiah (ja’ala) kasih sayang dan rahmat.
 
MARAHIBUL MAHABAH (TINGKATAN CINTA)
ØAl a’laqah --> kecenderungan pada hal2 duniawi (harta benda)
ØAl atfu --> simpati  pd sesama manusia karena manusia setingkat lebih tinggi dr bendaà ditujukan dg mngejak pd kebenaran (dakwah) 
ØAsy syauk --> Kerinduan --> di tunjukan kpd orang mukmin dengan kasih sayang 
ØAshobabbah --> Empati dengan Sesama muslim krn ikatan aqidah, buktinya dg brlemah lembut pd mrk dan lebih mndahulukan kepentingan mrk (HR. Buhari Muslim "Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri), ini wajib di ungkapkan.
Ø Al isqu --> Kemesraan adalah Tingkatan cinta kpd rasululloh saw (QS. Ali-Imran : 31), buktinya dg meneladani rasul 
ØAt tatayub --> Penghambaan (QS. Al Fatir 13-14), ketergantungan kpd Alloh.
 
 
 Sesungguhnya cinta dan benci karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala merupakan pintu yang sangat agung di antara pintu-pintu kebaikan di akhirat. Dan merupakan sebab seseorang mendapatkan kelezatan iman di dunia. Sebagian orang mengira bahwa cinta dan benci merupakaan suasana hati yang tidak mampu manusia mengendalikannya. Bagaimana ia bisa memaksakan diri untuk mencintai ini dan membenci itu!?
Sebagaimana yang dimaklumi dalam
Islam bahwa hati mengikuti aqidah dan iman yang ada di dalamnya. Barangsiapa beriman bahwa Allah adalah Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul, maka ia pasti mencintai orang-orang yang mencintai Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Oleh karena itu cinta karena Allah dan benci juga karena Allah merupakan kewajiban atas setiap Muslim.
Wallahu'alam bishawab...