Jazakumullah Khoir



_MENU "Catatan Kecil"_

Sabtu, 21 September 2013

Catatan Menuju Status "Mahsiswa Tingkat Akhir"



Teringat sebuah cerita dari senior seperjuangan terkait orang yang sadar akan urgensi kita dalam barisan dakwah. Berbicara tentang orang-orang yang sangat paham dengan dakwah. Orang-orang yang luar biasa militan dalam dakwah. Orang-orang yang selalu terdepan dalam barisan dakwah “tapi itu kemarin”. Cerita yang selalu saya ingat ketika sedang merasa malas dan merasa enggan bergerak. Cerita yang selama ini membayang-bayangi saya ketika terlintas niat mundur dari barisan dakwah karena rendahnya kualitas diri ini. Cerita inilah yang keluar dari dua orang akhwat senior ku di dakwah kampus. Keluar dari bibirnya secara langsung. Dua akhwat yang saya lihat sangat militan di medan dakwah, sangat luar biasa dalam bergerak di medan dakwah. Merekalah yang rajin membina saya sampai saya paham dakwah itu apa dan seperti apa?.
Suatu ketika mereka memutuskan untuk mempercepat kelulusannya dengan alasan tuntutan orang tua. Merasa tidak enak dengan orang tua, kemudian tanpa melakukan lobiying yang optimal. Kemudian mulai perlahan mereka sering ijin dari agenda dakwah dengan alasan ngerjain TUGAS AKHIR. Ditahun ke empat mereka kulian mulailah menolak amanah yang diberikan satu per satu dengan alasan akan fokus dengan penelitian yang jauh. Kemudian ada pemakluman-pemakluman dari teman-teman seperjuangannya.
Pemakluman-pemakluman yang diberikan oleh teman seperjuangan yang tanpa kita sadari sebenarnya adalah pemberatan yang diberikan oleh dua akhwat tersebut. Karena secara tidak langsung amanah dakwah mereka ditanggung oleh teman-temannya. Apa yang terjadi ketika pemakluman itu diberikan secara Cuma-Cuma? Ada dampak yang tidak pernah kita pikirkan bahkan dibayangkan pun kita tak sanggup. Dampak apa? à mereka berdua tidak juga LULUS dari waktu yang telah direncanakan. Mungkin saja ini sebuah kebetulan dan memang bukan waktu yang tepat buat mereka LULUS, atau mungkin Alloh tidak ridho dengan mereka. Ada sebuah proses yang dramatis ketika menelisik perjuangan mereka mendapatkan gelar sarjana. Penelitian yang tak kunjung usai, materi penelitian yang susah dicari dan dikondisikan. Tidak cukup sampai disitu, ada kesulitan-kesulitan yang kemudian terlihat dri proses tersebut dosen pembimbing juga dan persyaratan untuk lulus itu tak kunjung terpenuhi. Lobiying ke birokrat untuk meringankan syarat kelulusanpun tak tembus dan goal, masya Alloh... ini lah tarbiyah untuk kita.
Pasca menjalani itu semua, satu diantara mereka melontarkan kalimat ini kepada saya “inilah teguran buat saya dek, saya yang telah lalai dari amanah dakwah. Padahal saya tahu itu penting untuk saya san dakwah ini”. Kemudian akhwat yang lainnya berkata “mungkin ini hasil dari meninggalkan amanah”. Mendengar kalimat itu saya merasa ini pelajaran yang tidak bisa dianggap remeh dan menganggap ini kejadian yang kebetulan. Tapi sungguh ini pelajaran yang mengandung teguran luar biasa untuk para aktivis dakwah. Bahwa sekali lagi Alloh lah yang memiliki ketetapan. Alloh lah yang lebih tau mana yang terbaik untuk kita. Padahal Alloh janji dalam Qs. Muhammad : 7 “Wahai orang-orang yang briman! Jika kamu menolong agama Alloh, niscaya DIA  akan menolong mu dan akan meneguhkan kedudukan mu”. Bukan kah berdakwah adalah jalan dimana kita menolong agama Alloh?.
Yaa ikhwah... saya kira cerita ini cukup menjadi satu pembelajaran buat kita semua dalam menyeimbangkan amanah dakwah kita. Tidak ada yang salah ketika kita merencanakan LULUS TEPAT WAKTU, tapi jangan sampai kita lalaikan kebutuhan dakwah kita. Jangan sampai kita tidak berusaha menyeimbangkan dakwah dengan urusan kita. Faghfirlana yaa Rabb...
Semoga kita bukan termasuk orang-oranf yang lalai dengan amanah dakwah kita... ^^
Wallahu’alam bishowab...

Mewarnai Bukan Diwarnai



Mengingat label “pejuang Alloh” yang melekat pada kita membuat kita terkadang berat menjalani hari-hari. Label tersebut menjadikan kita sorotan dan seakan kita adalah parameter kebaikan seorang pemuda. Label tersebut yang kemudian menjadi ‘rem’ kita dalam bergerak dan berprilaku. Pun kemudian ada peraturan-peraturan yang harus kita jalankan ketika kita mengazamkan diri menjadi ‘pejuang’. Misalnya jam malam akhwat, bagi saya jam malam adalah ‘rem’ cakram yang sangat menjaga saya sebagai akhwat terhindar dari hal-hal yang membahayakan diri saya. Jam malam adalah sesuatu yang memang disepakati untuk menjaga kehormatan kita sebagai ‘bunga’ ummat Islam yang harum. Subhanallah...
Memperhatikan kultur akhwat terkait jam malam di kota perjuangan. Ada kultur yang menurut saya sungguh aneh. Sebuah pemakluman-pemakluman terhadap akhwat yang terjun di ranah “siyasi”. Seringkali mendengar jika jam malam dilanggar akhwat siyasi maka di katakan “wajar” dengan dalih bahwa medan mereka memang terbentang diwaktu-waktu itu. Dalam hati saya bergumam benarkah?. Masih tidak percaya ketika beberapa akhwat mengatakan hal seperti itu dihadapan saya dan saya masih menyimpan ‘statment’ tersebut dalam benak saya “saat itu”. Dan sekarang mulai terkuak ketika saya merasakan medan tersebut.
Akhir-akhir ini sedang diberi kesempatan untuk berkunjung dibeberapa kota dimana ada kampus-kampus besar disana. Sudah barang tentu pengkaderan akhwat pun berjalan lancar dengan kata lain kuantitas akhwat banyak disana. Mulai mengamati dan menganalisis pergerakan mereka. Hingga pada akhirnya saya menemukan hal yang sama disana. Apa yang saya temukan adalah akhwat-akhwat yang bermanuver di lembaga non lembaga dakwah (siyasi, -red) menabrak jam malam. Mereka masih bergerak disekitaran kampus, meskipun mereka sedang menjalankan amanah. Tetapi bagi saya pribadi itu adalah hal yang “aneh”. Kadang dalam batin ingin berteriak “buat apa ada peraturan jam malam kalau kita tidak mampu menegakkannya?!”. Jam malam itu berlaku untuk semua akhwat. Jam malam tidak pernah membedakan amanah kita dimana. Jam malam yang ‘menegakkan’ itu kita bukan mereka diluar kita.
Yaa... begitulah ‘fenomena’ peraturan yang kadang dilanggar dengan alasan kondisi. Saya berbicara seperti ini bukan karena saya berada diposisi yang berbeda dengan akhwat-akhwat yang melanggar jam malam. Saya sama seperti mereka, seringkali memegang amanah di wilayah-wilayah heterogen yang katanya tuntutan ‘profesionalitas’ lebih tinggi. Profesionalitas yang seperti apa? Bukan menabrak jam malam tentunya!!. Saya bukan orang yang ‘sempurna’ menjalankan peraturan jam malam. Hanya saja saya selalu berusaha menjaga diri dengan mengingat jam malam. Beberapa kali melanggar jam malam.. itupun karena ada masalah di medan perang yang mengharuskan hadir dan jika tidak hadir dampaknya ke wilayah dakwah yang lain. Dan pada saat saya berjuang disana saya memang terlihat sendiri, tapi ada 1 akhwat dan 3 ikhwan yang mengawal saya (inilah ukhuwah). Memang saya akui medan siyasi tak semudah medan lainnya dalam pengkondisian. Tapi... bukan kah manfaat ikhwah terjun kesana untuk “nahi munkar”? kalau terjun kesana kita tak bermanfaat untuk apa? Bukan mewarnai tapi terwarnai itu lebih celaka apalagi buat akhwat.
Balik lagi membahas jam malam. Berjuang diwilayah yang tidak senyaman dan seaman wilayah lain adalah tantangan buat kita yang mampu menghadapinya. Tengoklah niat kita dan asas kebermanfaatan kita disana. Memang ketika kita diazamkan untuk berada disana maka totalitaslah. Totalitas bukan berarti terbawa dengan permainan mereka yang tidak membawa ‘misi kenabian’. Kita pastilah berbeda dengan mereka, ada aturan Alloh yang harus kita ikuti. Dulu saat saya baru belajar menginjakan kaki diranah itu rasanya ingin totalitas sampai semua agenda publik harus saya ikuti. Akan tetapi akhirnya saya belajar merenungi kebermanfaatan saya disana. Pun ketika kita dibenturkan dengan agenda malam. Kitalah yang harus membentengi diri sendiri. Salah satunya dengan tetap memegang prinsip untuk patuh dengan aturan jam malam. Untuk apa memperjuangkan ‘kebenaran’ disana tapi kita tak ternilai dimata Alloh. Untuk apa ‘nahi munkar’ disana tapi kita melakukan kedzaliman pada diri sendiri dengan melanggar hasil syura (jam malam, -red).
Yaa ukhtiy... sungguh jam malam itu hakikatnya baik untuk kita. Jam malam tidak lah membatasi kita untuk bergerak diranah publik. Jam malam tidak akan pernah menghinakan kita sebagai aktivis meskipun kita sering ditriaki “tidak profesional” karena sering pulang lebih dulu saat rapat. Yaa akhiy... bantu kami agar tetap teguh menjaga kehormatan kami dengan mematuhi jam malam akhwat. Nasehati kami jika kami melanggar, pun ijinkan kami pulang meninggalkan antum yang sedang berjuang dimedan yang sama dengan kami.
Semoga kita adalah akhwat-akhwat pilihan Alloh yang diberikan kekuatan untuk istiqomah dijalan dakwah ini dengan mematuhi perintah NYA dan menjauhi larangan NYA. Ukhibukum fillah....
Wallahu’alam bi showab