Jazakumullah Khoir



_MENU "Catatan Kecil"_

Minggu, 22 November 2015

"Menggenap"



Lagi lagi tentang #Menikah# tema yang selalu menarik dibahas untuk kalangan gadis 2O tahun keatas. Masing masing gadis tentu mamiliki standart minimum kriteria calon Imam nya. Semua standart dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, wawasan dan tentu kualitas keimanannya. Tidak bisa disamakan standartnya, sungguh. Namun,, sebaik baik kriteria adalah karena agamanya. Bukan sekedar #sholih# karena ritual ritual ibadahnya bagus, tingkat kefahaman tentang ilmu agamanya juga harus bagus. Bukan sekedar materi keduawian saja, bekal akhirat tentu lebih utama bukan?
Menikah itu bukan soal berapa lama masa penantian apalagi masa acaran, Na’udzubillah. Menikah membutuhkan konsep pencarian yang tidak boleh buru buru, juga tak boleh terlalu lama. Menikah itu tentang kesiaan mental, hati, ruhiyah dan materi. Termasuk kesiapan orang tua kita melepas kita dengan rela kepada lelaki dewasa yang dianggap mampu. Terkadang orang tua terlalu khawatir dan tidak percaya kepada lelaki dewasa yang datang melamar putrinya. Bukan karena tak suka, orang tua kita punya standart sendiri dalam memilih calon menantu. Jangan cemas dan khawatir ketika kriteria orang tua tidak sejalan selaras dengan kriteria kita. Jodoh itu jalannya mudah, kalau rumit itu bukan jodoh. #simple
Kita pasti akan bertemu dengan jodoh kita, entah kapan Alloh yang tau. Tawakal maksimal dan ikhtiyar dengan sabar. Barangkali pertemuan kita dengan jodoh kita masih terlalu lama. Barangkali Alloh lebih dulu mengirim maut untuk kita, dan berikan jodoh kepada kita dinegeri akhirat nanti, Alloh yang tau. Yakinlah dengan janji Nya, jangan meragukan Nya. Alloh tau yang terbaik untuk kita.
Tentang jodoh... esok kau akan mengerti betapa manisanya bersabar dalam penantian panjang. Kau akan merasakan betapa mudahnya hati kita tawakal maksimal tentang ini. Itulah buah keistiqomahan menjaga kehormatan. Alloh akan memberikan jodoh sesuai dengan kondisi hamba Nya. Jodoh mu adalah orang yang akan dengan tulus ikhlas menerima semua kondisi mu dan keluarga mu.
Barakallahufiiikum yaa ukhti sholihah....

MEMAKNAI KECEWA




Malam ini diberi tarbiyah lagi oleh Nya. Merasa disentil keras sekali. Entahlah... malam ini hati tergerak berkunjung ke rumah seorang sahabat. Sudah dua bulan ini tidak berkunjung. Dalam kondisi berat hati, karena merasa baru memiliki waktu dimalam hari.
Mulai menyusuri jalanan malam selepas sholat maghrib, setelah semua urusan rumah selesai. Masya Alloh keluar dari gang jalanan ramai sekali, harus bersanding dengan truk truk besar. Mungkin jalan Nasionan Pantura macet , jadi dialihkan kejalan dalam kota. Gumamku dalam hati. Okey... mulai melaju motor dengan lambat, sangat lambat karena jalanan padat. Ditengah perjalanan sempatkan mampir ke mini market untuk membeli sesuatu. Ditengah jalan aku hentikan lagi motorku, setelah mengingat bahwa Ibu dan bapak <orang tua sahabatku> suka dengan martabak manis. Beberapa menit menunggu abang martabak mebuatnya. Aku lajukan lagi kuda besiku. Samapi depan rumah aku ucapkan salam, ibu membuka pintu dan kulihat ada raut wajah yang berbeda. Antara kaget dan terharu dengan kedatangan ku. Tak ku lihat sosok sahabat dirumahnya. Memang masih ditempat kerjanya. Kudengar meraka bercerita ini dan itu. Tetiba butiran kristal dimata terasa berontak dan ingin keluar. Beberapa cerita menyayat hati dan terus teringat sepanjang perjalanan pulang.
Entah apa yang membuat persahabatan kita semakin menepi. Hati ini seringkali menolak untuk mendekat kepada mu. Bukan karena tak peduli lagi, namun rasa kecewa yang bertubi membuat setumpuk kejenuhan. Bukan ingin mengakhiri sebuah persahabatan yang sudah lebih dari 10 tahun dibangun namun kami seringkali punya alasan untuk menepi dari mu. Ingin rasanya menjadi satu satunya orang yang bertahan merangkul mu namun seringkali niatan itu lebih berbuah rasa sesak. Sesaknya membuat kami DIAM ya DIAM. Diam tak mampu bergerak, diam tak mampu berbuat sesuatu untuk mu.
Kecewa demi kecewa kamu ciptakan dari sikap mu sendiri hingga melukai hati kami para sahabat mu. Mebuat kami semakin menjaga jarak hanya demi melindungi hati tetap bersih. Entah benar atau tidak sikap kami. Yang pasti  sejak kau ciptakan pusara bernama kekecewaan mulai hari itu ketika kau ku temui kau tak mampu lagi menatap mata ku. Bukan aku yang seharusnya membuat mu menunduk dengan segala rasa mu, tapi ada Alloh yang harus kau tunduki lebih dari siapapun.

Selasa, 08 September 2015

Ada Syurga Di Ujung Sana

Ini tentang romantisnya BERBAKTI KEPADA ORANG TUA. Diantara orang tua kita ada syurga untuk kita Pilih. Diantara lantunan doa doa mereka ada ijabah dari Yang Maha Mengabulkan doa. Itulah hikmah dari Perintah untuk berbakti kePada mereka. Alloh subhanallahu wa ta ala sangat mencintai hamba Nya.
kewajiban ini berat... ya... sangat berat. tidak semua muslim mamPu dengan mudah mengaPlikasikannya.
Tentu berat, karena syurga bayarannya....!!!

Kita harus berkorban banyak hal demi bakti kita kePada mereka. Mulai dari berkorban waktu, materi, cita cita bahkan Perasaan dari hati kita. Harus rela berPeluh demi melihat senyum yang berkembang dari bibir meraka. lagi lagi Alloh memberikan kemurahan hati kePada kita dengan memberi Nya janji Syurga dengan segala kenikmatannya.

Kadang waktu kita habis untuk mendedikasikan diri kePada orang tua. Menemani mereka beraktifitas, mendengarkan mereka bercerita dan segudang aktifitas lainnya.
Tidak jarang energi kita terforsir demi berjalan memenuhi kebutuhan meraka. Berjalan kesana kemari mencari aPa yang mereka butuhkan.
Adakalanya kita haruse rela menunda mengejar mimPi demi menghabiskan waktu menemani orang tua menjelang usia senjanya. Berhanti melangkahkan kaki menjemPut mimPi bahkan berhenti untuk merencakan sebuah mimPi.
Harus rela tetaP tinggal dirumah dan menikam setiaP keingin untuk keluar untuk sekedar menghiruP udara segar bersama teman teman.
Air mata ini kadang terus mengalir demi menjaga ikhlas menjalani ini semua. Air mata Pasti akan terbayar dengan keindahan tiada tara. Nanti.... saat Alloh memanggil kita untuk Pulang.

Kita hanya butuh kesabaran yang tidak boleh terbatas. Hanya butuh keikhlasan yang luas. Dan ketabahan yang semakin menguat. Akan ada lelah yang harus dibayar dengan mahal atas Perjuangan ini. Akan ada sesak di hati untuk menggantikan kebahagiaan demi kebahagiaan orang tua kita.

<<Tidak Ada Perjuangan Kita Yang Sia Sia Untuk Masa Yang Akan Datang >>

Sabtu, 21 September 2013

Catatan Menuju Status "Mahsiswa Tingkat Akhir"



Teringat sebuah cerita dari senior seperjuangan terkait orang yang sadar akan urgensi kita dalam barisan dakwah. Berbicara tentang orang-orang yang sangat paham dengan dakwah. Orang-orang yang luar biasa militan dalam dakwah. Orang-orang yang selalu terdepan dalam barisan dakwah “tapi itu kemarin”. Cerita yang selalu saya ingat ketika sedang merasa malas dan merasa enggan bergerak. Cerita yang selama ini membayang-bayangi saya ketika terlintas niat mundur dari barisan dakwah karena rendahnya kualitas diri ini. Cerita inilah yang keluar dari dua orang akhwat senior ku di dakwah kampus. Keluar dari bibirnya secara langsung. Dua akhwat yang saya lihat sangat militan di medan dakwah, sangat luar biasa dalam bergerak di medan dakwah. Merekalah yang rajin membina saya sampai saya paham dakwah itu apa dan seperti apa?.
Suatu ketika mereka memutuskan untuk mempercepat kelulusannya dengan alasan tuntutan orang tua. Merasa tidak enak dengan orang tua, kemudian tanpa melakukan lobiying yang optimal. Kemudian mulai perlahan mereka sering ijin dari agenda dakwah dengan alasan ngerjain TUGAS AKHIR. Ditahun ke empat mereka kulian mulailah menolak amanah yang diberikan satu per satu dengan alasan akan fokus dengan penelitian yang jauh. Kemudian ada pemakluman-pemakluman dari teman-teman seperjuangannya.
Pemakluman-pemakluman yang diberikan oleh teman seperjuangan yang tanpa kita sadari sebenarnya adalah pemberatan yang diberikan oleh dua akhwat tersebut. Karena secara tidak langsung amanah dakwah mereka ditanggung oleh teman-temannya. Apa yang terjadi ketika pemakluman itu diberikan secara Cuma-Cuma? Ada dampak yang tidak pernah kita pikirkan bahkan dibayangkan pun kita tak sanggup. Dampak apa? à mereka berdua tidak juga LULUS dari waktu yang telah direncanakan. Mungkin saja ini sebuah kebetulan dan memang bukan waktu yang tepat buat mereka LULUS, atau mungkin Alloh tidak ridho dengan mereka. Ada sebuah proses yang dramatis ketika menelisik perjuangan mereka mendapatkan gelar sarjana. Penelitian yang tak kunjung usai, materi penelitian yang susah dicari dan dikondisikan. Tidak cukup sampai disitu, ada kesulitan-kesulitan yang kemudian terlihat dri proses tersebut dosen pembimbing juga dan persyaratan untuk lulus itu tak kunjung terpenuhi. Lobiying ke birokrat untuk meringankan syarat kelulusanpun tak tembus dan goal, masya Alloh... ini lah tarbiyah untuk kita.
Pasca menjalani itu semua, satu diantara mereka melontarkan kalimat ini kepada saya “inilah teguran buat saya dek, saya yang telah lalai dari amanah dakwah. Padahal saya tahu itu penting untuk saya san dakwah ini”. Kemudian akhwat yang lainnya berkata “mungkin ini hasil dari meninggalkan amanah”. Mendengar kalimat itu saya merasa ini pelajaran yang tidak bisa dianggap remeh dan menganggap ini kejadian yang kebetulan. Tapi sungguh ini pelajaran yang mengandung teguran luar biasa untuk para aktivis dakwah. Bahwa sekali lagi Alloh lah yang memiliki ketetapan. Alloh lah yang lebih tau mana yang terbaik untuk kita. Padahal Alloh janji dalam Qs. Muhammad : 7 “Wahai orang-orang yang briman! Jika kamu menolong agama Alloh, niscaya DIA  akan menolong mu dan akan meneguhkan kedudukan mu”. Bukan kah berdakwah adalah jalan dimana kita menolong agama Alloh?.
Yaa ikhwah... saya kira cerita ini cukup menjadi satu pembelajaran buat kita semua dalam menyeimbangkan amanah dakwah kita. Tidak ada yang salah ketika kita merencanakan LULUS TEPAT WAKTU, tapi jangan sampai kita lalaikan kebutuhan dakwah kita. Jangan sampai kita tidak berusaha menyeimbangkan dakwah dengan urusan kita. Faghfirlana yaa Rabb...
Semoga kita bukan termasuk orang-oranf yang lalai dengan amanah dakwah kita... ^^
Wallahu’alam bishowab...

Mewarnai Bukan Diwarnai



Mengingat label “pejuang Alloh” yang melekat pada kita membuat kita terkadang berat menjalani hari-hari. Label tersebut menjadikan kita sorotan dan seakan kita adalah parameter kebaikan seorang pemuda. Label tersebut yang kemudian menjadi ‘rem’ kita dalam bergerak dan berprilaku. Pun kemudian ada peraturan-peraturan yang harus kita jalankan ketika kita mengazamkan diri menjadi ‘pejuang’. Misalnya jam malam akhwat, bagi saya jam malam adalah ‘rem’ cakram yang sangat menjaga saya sebagai akhwat terhindar dari hal-hal yang membahayakan diri saya. Jam malam adalah sesuatu yang memang disepakati untuk menjaga kehormatan kita sebagai ‘bunga’ ummat Islam yang harum. Subhanallah...
Memperhatikan kultur akhwat terkait jam malam di kota perjuangan. Ada kultur yang menurut saya sungguh aneh. Sebuah pemakluman-pemakluman terhadap akhwat yang terjun di ranah “siyasi”. Seringkali mendengar jika jam malam dilanggar akhwat siyasi maka di katakan “wajar” dengan dalih bahwa medan mereka memang terbentang diwaktu-waktu itu. Dalam hati saya bergumam benarkah?. Masih tidak percaya ketika beberapa akhwat mengatakan hal seperti itu dihadapan saya dan saya masih menyimpan ‘statment’ tersebut dalam benak saya “saat itu”. Dan sekarang mulai terkuak ketika saya merasakan medan tersebut.
Akhir-akhir ini sedang diberi kesempatan untuk berkunjung dibeberapa kota dimana ada kampus-kampus besar disana. Sudah barang tentu pengkaderan akhwat pun berjalan lancar dengan kata lain kuantitas akhwat banyak disana. Mulai mengamati dan menganalisis pergerakan mereka. Hingga pada akhirnya saya menemukan hal yang sama disana. Apa yang saya temukan adalah akhwat-akhwat yang bermanuver di lembaga non lembaga dakwah (siyasi, -red) menabrak jam malam. Mereka masih bergerak disekitaran kampus, meskipun mereka sedang menjalankan amanah. Tetapi bagi saya pribadi itu adalah hal yang “aneh”. Kadang dalam batin ingin berteriak “buat apa ada peraturan jam malam kalau kita tidak mampu menegakkannya?!”. Jam malam itu berlaku untuk semua akhwat. Jam malam tidak pernah membedakan amanah kita dimana. Jam malam yang ‘menegakkan’ itu kita bukan mereka diluar kita.
Yaa... begitulah ‘fenomena’ peraturan yang kadang dilanggar dengan alasan kondisi. Saya berbicara seperti ini bukan karena saya berada diposisi yang berbeda dengan akhwat-akhwat yang melanggar jam malam. Saya sama seperti mereka, seringkali memegang amanah di wilayah-wilayah heterogen yang katanya tuntutan ‘profesionalitas’ lebih tinggi. Profesionalitas yang seperti apa? Bukan menabrak jam malam tentunya!!. Saya bukan orang yang ‘sempurna’ menjalankan peraturan jam malam. Hanya saja saya selalu berusaha menjaga diri dengan mengingat jam malam. Beberapa kali melanggar jam malam.. itupun karena ada masalah di medan perang yang mengharuskan hadir dan jika tidak hadir dampaknya ke wilayah dakwah yang lain. Dan pada saat saya berjuang disana saya memang terlihat sendiri, tapi ada 1 akhwat dan 3 ikhwan yang mengawal saya (inilah ukhuwah). Memang saya akui medan siyasi tak semudah medan lainnya dalam pengkondisian. Tapi... bukan kah manfaat ikhwah terjun kesana untuk “nahi munkar”? kalau terjun kesana kita tak bermanfaat untuk apa? Bukan mewarnai tapi terwarnai itu lebih celaka apalagi buat akhwat.
Balik lagi membahas jam malam. Berjuang diwilayah yang tidak senyaman dan seaman wilayah lain adalah tantangan buat kita yang mampu menghadapinya. Tengoklah niat kita dan asas kebermanfaatan kita disana. Memang ketika kita diazamkan untuk berada disana maka totalitaslah. Totalitas bukan berarti terbawa dengan permainan mereka yang tidak membawa ‘misi kenabian’. Kita pastilah berbeda dengan mereka, ada aturan Alloh yang harus kita ikuti. Dulu saat saya baru belajar menginjakan kaki diranah itu rasanya ingin totalitas sampai semua agenda publik harus saya ikuti. Akan tetapi akhirnya saya belajar merenungi kebermanfaatan saya disana. Pun ketika kita dibenturkan dengan agenda malam. Kitalah yang harus membentengi diri sendiri. Salah satunya dengan tetap memegang prinsip untuk patuh dengan aturan jam malam. Untuk apa memperjuangkan ‘kebenaran’ disana tapi kita tak ternilai dimata Alloh. Untuk apa ‘nahi munkar’ disana tapi kita melakukan kedzaliman pada diri sendiri dengan melanggar hasil syura (jam malam, -red).
Yaa ukhtiy... sungguh jam malam itu hakikatnya baik untuk kita. Jam malam tidak lah membatasi kita untuk bergerak diranah publik. Jam malam tidak akan pernah menghinakan kita sebagai aktivis meskipun kita sering ditriaki “tidak profesional” karena sering pulang lebih dulu saat rapat. Yaa akhiy... bantu kami agar tetap teguh menjaga kehormatan kami dengan mematuhi jam malam akhwat. Nasehati kami jika kami melanggar, pun ijinkan kami pulang meninggalkan antum yang sedang berjuang dimedan yang sama dengan kami.
Semoga kita adalah akhwat-akhwat pilihan Alloh yang diberikan kekuatan untuk istiqomah dijalan dakwah ini dengan mematuhi perintah NYA dan menjauhi larangan NYA. Ukhibukum fillah....
Wallahu’alam bi showab

Kamis, 20 Juni 2013

EFEK YANG MUNCUL KETIKA "KUALITAS" DIABAIKAN

Berbicara tentang sebuah proses perjalanan dan perjuangan para aktivis dakwah (kampus) maka berbicara tentang hak dan kewajiban. Berbicara pula tentang kuantitas dan kualitas. Kemudian berbicara tentang keseimbangan (tawazun). Kenapa harus ada hak dan kewajiban yang mengikat para pelaku dakwah. Kenapa kemudian harus menyeimbangkan kuantitas dengan kualitas. Tidak akan lebih jauh membicarakan mana hak dan seperti apa kewajiban, hanya ingin mencoba menguraikan tentang kuantitas dan kualitas. sejatinya kita butuh kuantitas yang banyak karena kerja-kerja dakwah bukanlah pekerjaan yang ringan, jadi butuhlah yang namanya amal jama'i (kerja sama). Kerja dakwah bukanlah pekerjaan yang remeh, tapi pekerjaan memperjuangkan haq dan mencegah yang bathil. Untuk itu kualitas menjadi satu hal yang penting dari setiap pelaku dakwah.

Yang sedikit itu bisa jadi lebih kokoh dari yang banyak, karena mereka ikhlas dan dekat dengan Rabbnya.

Ketika tuntutan kualitas diindahkan maka akan banyak EFEK yang bermunculan. Efek yang seperti apa? kemudian akankah berdampak kepada keberlangsungan dakwah? Oh.. tentu saja..!! Ketika kualitas mulai diabaikan maka hal-hal inilah yang akan bermunculan :

1. Munculnya kader yang tidak mampu ISTIQOMAH dalam mengikuti irama dakwah yang dinamis
Dalam QS. Ibrahim (14) : 23-25 --> disana ada janji Alloh yang tidak diragukan atasnya untuk orang-orang yang melakukan kebajikan dalam hal ini para pelaku dakwah.
Bukankah Alloh memerintahkan untuk Istiqomah? mari tengok QS. Hud (11) : 112
"Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepada mu dan (juga) otang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah engkau melampui batas. Sungguh Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
  Sangat jelas bahwa ketika kualitas menurun dan kedekatan dengan Alloh merenggang maka ke-Istiqomah-an menjadi tawanan.

2. Munculnya sebagian kader yang menginginkan dakwah yang ringan secara duniawi
Sungguh jelas perkaranya ketika kita dan para qiyadah mengabaikan kualitas (ruhiyah) maka wajar ketika kader mulai terserang virus "malas".

3. Ketidakmampuan menjalankan MISI dakwah di masyarakat karena disibukan dengan tugas-tugas internal dakwah yang menguras energi.
Inilah dampak yang akan muncul ketika kualitas para pelaku dakwah diabaikan. Yaitu ketika kereta dakwah mulai melaju maka "rendahnya kualitas" akan menghambat perjalanan dakwah itu sendiri. Bisa jadi kita akan lebih sibuk mengurusi urusan internal. Contohnya : Ngurusin kader yang males berangkat liqo, ngurusin kader yang just study oriented, dll
Ketika awal perekrutan calon kader diawal masa-masa regenerasi terkadang kita melakukan sebuah agenda akselerasi. Tidak salah memang untuk memahamkan kewajiban dakwah kepada mereka, akan tetapi ada satu hal yang harus kita ingat bersama "Marketing Dakwah" yaitu bagaimana kita menarik calon kader untuk masuk ke dalam dakwah kita. Tentu ketika orang yang baru tertarik belajar Islam tidak kemudian langsung diajak berdakwah, tapi tanamkan mereka tentang Islam itu sendiri. Sebelum menanamkan Islam maka kita perlu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai mahasiswa (karena bisacara Dakwah Kampus). --> baca buku "Bagaimana Menyentuh Hati"

4. Adanya pemikiran-pemikiran yang bertujuan untuk memisahkan diri
Kalau kualitas sudah tidak dipedulikan maka kedepan akan terjadi "mundur massal" dari barisan dakwah. Seringkali kita menyalahkan kader yang tidak bergerak (karena kualitas rendah dan ruhiyah loyo), padahal yang harus kita lakukan adalah menasehati bukan menyalahkan. Budaya Tabayyun akan memperkokoh ukhuwah dan menciptakan kenyamanan bukankah dengan itu akan terbangung KUALITAS BANGUNAN DAKWAH.

Itulah EFEK yang akan muncul ketika kita mulai mengabaikan KUALITAS. Mulai dari kualitas ruhiyah, kualitas pengetahuan tentang medan dakwah, kualitas persaudaraan kita sampai kualitas kepemimpinan dalam sebuah kereta dakwah. Wallahu'alam bishowah... Barakallahufikum....